Home Uni Eropa seperti menghukum deforestasi era SBY
Uni Eropa seperti menghukum deforestasi era SBY


SIARAN PERS


Uni Eropa seperti menghukum deforestasi era SBY


[Jakarta, 26 Maret 2019] - Greenomics Indonesia meminta Uni Eropa untuk memahami data pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan sawit selama 2008-2015, yang menjadi periode analisis EU Delegated Act yang membatasi minyak sawit sebagai bahan bakar nabati di negara-negara Uni Eropa karena faktor deforestasi.

Pemahaman data tersebut sangat penting agar langkah Uni Eropa tidak kontraproduktif dengan langkah Presiden Jokowi yang telah menerbitkan Inpres moratorium ekspansi sawit.

Demikian pandangan Vanda Mutia Dewi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, dalam paparan datanya terkait dengan periode analisis deforestasi yang dijadikan basis EU Delegated Act.

Uni Eropa, jelas Vanda, perlu melihat fakta bahwa selama awal Januari 2008 hingga Oktober 2014, pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi sawit yang dilakukan oleh pemerintahan SBY, mencapai angka 1,77 juta hektar, atau setara 27 kali luas DKI Jakarta.

Sementara, pada periode akhir Oktober 2014 hingga akhir Desember 2015, yang telah masuk periode pemerintahan Presiden Jokowi, pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan sawit seluas lebih dari 71 ribu hektar, atau sekitar satu kali luas DKI Jakarta.

Artinya, lanjut Vanda, selama periode 2008-2015, pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan sawit yang diterbitkan di era SBY mencapai hingga angka 96,11%, sedangkan pada periode Jokowi 3,89%.

Uni Eropa juga perlu memahami, jelas Vanda, analisis Greenomics menunjukkan bahwa deforestasi yang terjadi selama 2008-2015, hampir seluruhnya terjadi pada era Presiden SBY.

“EU Delegated Act seperti menghukum deforestasi yang terjadi akibat perizinan ekspansi perkebunan sawit selama periode pemerintahan Presiden SBY,” jelas Vanda.

Dia mengingatkan agar Uni Eropa jangan salah langkah, karena jika Presiden Jokowi kecewa dengan EU Delegated Act dan kemudian membatalkan Inpres moratorium ekspansi sawit, maka pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi sawit akan kembali terjadi secara besar-besaran, terutama di Provinsi Papua dan Papua Barat.

Jika pembatalan Inpres moratorium terjadi, jelasnya, maka pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perkebunan sawit akan terjadi seperti periode 2008 hingga akhir Oktober 2014 yang mencapai jutaan hektar.

Tak hanya bersumber dari pelepasan kawasan hutan, papar Vanda, jika Inpres moratorium ekspansi sawit dibatalkan, maka pemberian izin-izin perkebunan sawit baru yang melibatkan tutupan hutan yang masih baik, yang berasal dari non-kawasan hutan (APL), juga akan terjadi.

“Uni Eropa perlu memahami hal-hal tersebut dengan sebaik-baiknya,” jelas Vanda.***

--------------------------------------------------------
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Vanda Mutia Dewi
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia
+62 818-944670